Bahakn ditegaskannya, hal ini membuat persidangan sengketa pilpres tidak lebih dari sekedar formalitas dan “sandiwara hukum untuk menghapus jejak-jejak fakta kecurangan pemilu”.
YLBHI juga mengatakan, akhirnya dalam pertimbangan hukum putusannya, mayoritas hakim MK menutup mata terkait dengan fakta material yang kasat mata seperti tidak netralnya Presiden sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan, pelibatan aparat negara, pejabat negara, atau penyelenggara negara di sejumlah daerah untuk pemenangan salah satu calon, maupun penyaluran dana bantuan sosial sebagai alat pemenangan salah satu peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
“Berbagai fakta hukum substansial ketidakadilan dalam proses pemilu tidak diakui dengan alasan hukum normatif positivistik seperti sudah diproses lembaga penyelenggara dan pengawas Pemilu sesuai kewenangannya seperti Bawaslu dan DKPP serta beralasan tidak cukup teryakinkan adanya kecurangan dengan dalih formil karena kurang bukti,” menurut YLBHI.
Discussion about this post