Ia pun terheran. “Jadi, kalau dia menyatakan perasaannya kepadamu, kau tidak akan menerimanya?”
Tanpa keraguan, aku mengangguk. “Tentu saja. Ia sama sekali tak menarik di mataku.”
Ia lantas mendengkus kecewa, seperti tak habis pikir. “Aku mengerti kalau dahulu kau tidak menyukainya. Tetapi sekarang, setelah ia berubah menjadi perempuan yang secantik ini, apa kau tidak mau berubah pikiran?”
Aku sontak terkejut dan mulai menaksir-naksir. “Memangnya, dia siapa?”
Ia pun berdecak. “Seorang perempuan yang pernah kau tolak cintanya di kantin sekolah, saat kita duduk di bangku kelas III SMA,” terangnya, dengan raut malas.
Sangkaanku lalu menjurus pada satu sosok. Aku lantas mengambil kembali ponselnya, kemudian mengamati wajah sang perempuan secara lebih cermat. Dan perlahan, aku pun mulai mengenalnya sebagai sang pujaan hatiku.
Discussion about this post