Secara mudah, proporsional tertutup, caleg bermodalkan keahlian, dedikasi, dan kompetensi melalui kaderisasi; sementara kalau proporsional terbuka, modalnya popularitas dan kakayaan.
“Secara empiris, proporsional terbuka mendorong bajak-membajak kader ala transfer pemain dalam sepakbola; kecenderungan kaum kaya dan artis masuk ke politik; primordialisme; dan ada partai karena ambisinya, lalu ambil jalan pintas merekrut isteri, anak, atau adik pejabat dan menguatlah nepotisme,” uangkapnya
Hasto menyatakan, logikanya, pejabat akan mengerahkan kekuasaannya untuk caleg dari unsur keluarganya. Di tata pemerintahan, menteri yang memegang sumber logistik dan kekuasaan hukum akan menjadi rebutan. Ini praktik demokrasi elektoral.
Sedangkan, lanjut Sekjen PDI Perjuangan ini, dalam Proporsional terbuka caleg lahir secara instan, akibatnya kepuasan terhadap parpol dan lembaga legislatif selalu berada di urutan paling bawah dari lembaga negara lainnya.
Discussion about this post