DERETAN tanggal, bulan dan tahun pergulatan perjuangan kehendak merdeka dari para pejuang kemerdekaan, telah tergoreskan dalam ingatan kolektif anak bangsa ini. Itu semua, bukan sekedar tabel atau potret tanpa makna. Kita diajarkan oleh mereka untuk bagaimana mengarungi hidup dan kehidupan yang merdeka dari penjajah, dan mempertahankannya.
Fakta – fakta historis itulah, sesungguhnya perlu kita maknai dengan jernih pikir, dan bening nurani. Betapa berat dan susahnya menjadi merdeka. Berjuang untuk kemerdekaan dengan keterbatasan “persenjataan organik”, sulit untuk diterima secara akal sehat. Namun, “ibroh” mewariskan negara – bangsa yang merdeka dari penjajah, itulah sesuatu yang luar biasa – untuk keluar dari kerangkeng penjajahan yang mengisap darah dan kekayaan negeri ini.
Berjiarah ke masa lampau perjuangan kemerdekaan negara bangsa Indonesia, sungguh bukan suatu kehendak ingin kembali, namun merindukan kejayaan masa lampau itu dapat menggugah keberanian untuk berbuat sesuatu yang bernilai patriotik.
Nostalgia perjuangan anak bangsa tempu dulu, bukan sekedar nostalgia. Nostalgia, kadang diperlukan, dan tidak selamanya jelek. Dengan bernostalgia ke “alam perjuangan” pejuang – pejuang kemerdekaan, untuk mengambil pesan dan makna penting dari itu semua.
Penajajahan, bukanlah penjajah bila memang tidak mempraktekkan Machiavelli. Semua penjajah yang pernah menaklukkan negeri kita, adalah mempraktekkan Machiavellisme yang terkenal dengan teori kotornya itu, ajarannya, semua cara boleh ditempuh (dalam arti, menghalalkan segala cara).
Dengan tekad merdeka dari penjajah, para pejuang pergerakan kemerdekaan yang tergabung dalam berbagai organisasi, mendarmakan baktinya membebaskan seluruh persada tanah iar, tanpa menghitung pengorban. Sampailah perjuangan pergerakan kemerdekaan para pemimpin bangsa atau pergerakan poltik mengantar Rakyat Indonesia, memasuki pintu gerbang Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Begitu Soekarno – Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, yang dikumandangkan dari Pegangsaan Timur 56 Jakarta (rumah kediaman Bung Karno) – dan kaum muslimin tengah menjalankan ibadah puasa. Untuk meneguhkan tekad merdeka itulah, mereka menggemakan kata “Merdeka” dan “Allohu Akbar” merangsang kebangkitan patriotisme.
Di tengah usianya yang masih amat belia, dan “sedang” gegap gempita merayakan kemerdekaan Bangsa Indonesia, karena begitu haru dan bahaginya, tiba – tiba, atas nama Sekutu, Jenderal Inggris Christison mendarat di Jakarta pada bulan September 1945. Memang, salah satu tugasnya melucuti tentara Dai Nippon, namun dengan kedatangan Van Mook dengan membonceng Sekutu untuk mendirikan pemerintahan Nica, sehingga Jakarta meradang dan berjuang. Para pemuda kita bertempur menghalau kedatangan serdadu – serdadu Belanda yang hendak kembali menjajah. Pertempuran berkobar di berbagai daerah : Bandung, Surabaya, dan Semarang, serta daerah – daerah lainnya.
Di tengah pergulatan perjuangan mempertahankan kemerdekaan itu pula, Jenderal Inggris Mansergh, justru menggempur Surabaya dengan kekuatan darat, laut dan udaranya pada tanggal 10 November 1945. Dan pada waktu itu, di Yogyakarta sedang berlangusng dua peristiwa besar dan krusial, yaitu Kongres Pemuda dan Muktamar Umat Islam. Tujuannya sama mempertahankan Republik Indonesia dan bertempur melawan musuh – musuh Republik. Kedua kongres itu menggetarkan solidaritas seluruh Bangsa Indonesia untuk tidak membiarkan rakyat Surabaya berjuang sendirian.
Memang, banyak orang tidak dikenal dalam pergulatan perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia ini melahirkan Hari Pahlawan (10 November).
Dengan demikian, sudah menjadi catatan sejarah, bahwa para pemimpin sebelum kita telah banyak berjuang atau berbuat yang mulia untuk negeri ini. Betapa berat perjuangan dan penderitaan mereka merintis perjuangan kemerdekaan, mempertahankannya dengan segala upaya, hingga hampir mustahil sekalipun. Dan mereka para pejuang itu, telah mewariskin kepada kita negara – bangsa ini, memiliki pemerintahan yang berdaulat.
Indonesia merdeka. Itulah sebagai hasil energi kolektif para pejuang kemerdekaan negeri ini. Mereka punya mimpi besar, yaitu merdeka dari penjajah. Dan kemerdekaan itu telah diraih. Namun, perlu kita sadari, bahwa penajajahan tidak selamanya datang dalam bentuk militer dan politik. Penjajahan pun bisa datang (dengan) dalam wajah – wajah halus melalui berbagai bidang ekonomi, sosial – budaya, dan bentuk – bentuk halus lainnya yang mengasyikkan dan meninabobokan – yang membuat kita lupa diri.
Apalagi dewasa ini, kita dihadapkan pada berbagai tantangan dan ancaman yang bisa jadi lebih besar, seperti egoisme yang sedang membelenggu semangat mengabdi kepada tanah air dan membelenggu idealisme, sikap rakus menumpuk kekayaan, bahkan sikap masa bodoh (nyaris berada pada titik nadir) terhadap solidaritas sebangsa, dan nasional, melunturkan bahkan melenyapkan semangat patriotisme.
Hilangnya cita – cita untuk mengabdi, kian menjalar – meronai segenap aspek kehidupan menyebar apatisme, masa bodoh terhadap segenap aspek yang terjadi. Maka nostalgia membuat kita merenung, mereka para pejuang kemerdakaan adalah pahlawan – pahlawan. Mereka juga telah mewasiat kepada kita, bahwa tugas mereka sesungguhnya belum selesai, dan kepada kitalah untuk melanjutkan. Dengan kata lain, nostalgia niscaya mempunyai arti – makna bila digali nilai – nilai kejiwaan – kebathinannya. Selanjutnya, memunculkan renungan dan instropeksi, apa yang kita perbuat, apa pengabdian kita?
Karena itu, pinjam kata – kata Dr. Soejatmoko, “manusia Indonesia juga memerlukan kepekaan terhadap keadilan sosial dan solidaritas sosial, solidaritas nasional dan yang meliputi umat manusia seluruhnya, termasuk golongan – golongan yang lemah dan miskin dan generasi – generasi yang akan datang.”
“Sesungguhnya, Kami yang menghidupkan orang – orang mati dan Kami tulis apa – apa yang mereka perbuat masa lampau mereka dan bekas – bekas amal peninggalan mereka (yang baik maupun yang buruk), dan segalanya, Kami pelihara tercatat di dalam Lauhil Mahfudh” (Al-Qur’an Surat Yasin: 12). Semoga!
Discussion about this post