RESENSINEWS.ID – Ayu Utami menulis novel Saman pada tahun 1998 dan pada saat itu tema seksualitas masih tabu untuk dibicarakaan sehingga menimbulkan kontroversial. Menurut pendapat Setyorini (2020) novel Saman sempat mengundang kontroversi karena menjadi novel karangan penulis wanita Indonesia pertama yang membahas seks secara ‘vulgar’ dan mengaitkannya dengan nilai-nilai tradisional. Banyak yang percaya bahwa novel tersebut dapat mendorong perempuan Indonesia untuk menyadari hak-haknya dan bangkit dari status yang selama ini dianggap rendah dalam masyarakat dan budaya Indonesia. Karena itu, novel Saman dianggap sebagai pelopor ‘sastra wangi’. Sastra wangi sendiri merupakan sebutan untuk karya-karya sastra perempuan yang diciptakan oleh kalangan sastrawan.
Menilik latar belakang novel ini, masyarakat pada masa itu masih melekat pada budaya patriarki. Mereka beranggapan bahwa tugas perempuan hanya untuk objek seksualitas, melahirkan anak, dan mengurusi pekerjaan rumah tangga saja. Perempuan juga dipersepsikan sebagai makhluk yang lemah, penuh keterbatasan, selalu menggunakan perasaan dan tidak logis, sehingga tidak layak untuk bekerja di sektor publik (Halizah & Faralita, 2023: 20). Namun Ayu Utami menggambarkan tokoh perempuan dalam cerita ini sebagai bentuk penghapusan budaya patriarki. Contohnya pada tokoh Laila dan Yasmin yang digambarkan Ayu sebagai perempuan yang bisa memberantas budaya patriarki tersebut. Ia ingin menunjukkan kepada publik bahwa perempuan bisa sama suksesnya dengan laki-laki. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Discussion about this post