Karibnya ia dengan khazanah kisah orang-orang Timur tidak lain karena pergaulannya. Ia sering memanfaatkan waktunya bercengkerama dengan orang-orang pribumi dan orang-orang Timur lainnya, seperti Arab dan Tionghoa. Menyimak kisah-kisah mereka dan menjadikannya sebagai inspirasi dalam karya-karyanya.
Meski begitu, tidak lantas membuat Dermoût dipandang sebagai seorang Belanda yang Indonesianis. Ada dua pandangan yang berbeda dari dua pakar sastra Eropa tentang Dermoût.
Rob Nieuwenhuys, dalam bukunya Mirror of The Indies (1990) menganggap Dermoût sebagai sastrawan Hindia Belanda. Sebab, apa yang dimunculkan lewat novel-novelnya, Dermoût secara tak langsung menampilkan pribadinya sebagai bagian dari Hindia Belanda, bukan sebagai orang Belanda.
Sedang, melalui “Maria Dermout and Unremembering Lost Time” (2013), Paul Doolan menyatakan Dermoût sebagai penulis Belanda. Menurut Doolan, pandangan Dermoût dalam karya-karyanya memperlihatkan karakter khas orang Belanda. Dermoût merupakan wakil dari suara kekuasaan kolonial.
Discussion about this post