Setelah 30 tahun berkeliling, ia juga mulai menulis. Tetapi, tulisan-tulisannya tidak pernah diterbitkan, hingga ia memasuki masa senja atau pada usia ke 60 tahun, ia mulai menerbitkan sebuah memoar Nog pas gisteren (Only Yesterday, 1951).
Sementara, novelnya yang kedua, De tienduizend dingen (The Ten Thousand Things) terbit empat tahun berikutnya. Novel kedua inilah yang oleh majalah Time (1958) dinobatkan sebagai novel terbaik.
Lewat karya-karyanya, Dermoût menyuarakan konflik identitas yang diakibatkan oleh kebijakan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Gaya tuturnya membaurkan antara karakter Eropa dan Jawa yang begitu kental. Terutama, tentang bagaimana orang Jawa memandang kehidupan.
Ia sangat dipengaruhi oleh kisah-kisah tradisional Jawa yang mistis, memadukan antara yang nyata dan khayal, yang hidup dan tak hidup, masa lalu dan masa kini. Selain itu, ia juga banyak meminjam konsep pemikiran Tao dalam karya-karyanya.
Discussion about this post